Fikri Nurwafa pendiri PT Nusantara Green Ecosystem. (Dok. narasumber).Kabar Lamongan – Tumpukan serabut kelapa yang dulu hanya dianggap limbah kini menjelma menjadi sumber nilai ekonomi tinggi. PT Nusantara Green Ecosystem yang didirikan Fikri Nurwafa adalah bukti bahwa kejelian melihat peluang dapat mengubah sesuatu yang terbuang menjadi bisnis berkelanjutan yang bernilai.
PT Nusantara Green Ecosystem merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan serabut kelapa. Bisnis yang baru berdiri sekitar lima bulan lalu–tepatnya pada Agustus–ini telah menunjukkan perkembangan signifikan dengan tiga produk utama yang dikelola, yakni cocopeat, cocofiber, dan cocobristle.
Awalnya, Fikri melihat peluang bisnis dari temannya yang menjalankan usaha jual beli kelapa, khususnya pada bagian daging kelapa. Dari hal tersebut, muncul ide mengolah limbah menjadi benda bernilai jual tinggi. Ia tidak hanya menyadari adanya persoalan limbah, tetapi juga peluang besar. Serabut kelapa yang tersisa dan menumpuk dari proses jual beli daging kelapa berhasil ia sulap menjadi produk bermanfaat.
“Saya lihat-lihat. Saya cari informasi di Google dan media lain ternyata sabut kelapa bisa dimanfaatkan sebagai 3 produk itu dan memiliki nilai jual tinggi,” katanya dalam keterangan resmi.
Dari proses itu, ia menemukan bahwa serabut kelapa ternyata dapat diolah menjadi berbagai produk turunan dengan nilai jual tinggi, bahkan diminati pasar lokal hingga luar negeri.
Ia kemudian melakukan observasi lebih dalam, mempelajari manfaat produk serta teknologi yang digunakan, hingga akhirnya menemukan mesin pengolah serabut kelapa.
Keputusan besar pun diambil. Fikri memberanikan diri berinvestasi untuk membeli mesin pengolahan serabut kelapa dengan total modal awal sekitar Rp500 juta. Mesin tersebut menjadi titik balik, mengubah limbah yang sebelumnya hanya menumpuk menjadi produk bernilai ekonomis.
Dari proses produksi tersebut, PT Nusantara Green Ecosystem menghasilkan tiga produk utama. Cocopeat, yang digunakan sebagai media tanam dan pengganti tanah, menjadi produk dengan peminat cukup tinggi, baik dari pasar lokal maupun luar negeri.
Cocofiber, berupa serat dari serabut kelapa yang dibentuk menjadi gulungan bal, dimanfaatkan sebagai bahan baku kasur dan jok mobil. Sementara itu, cocobristle yang merupakan serat sabut kelapa panjang, yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sapu lantai.
Dalam satu hari, kapasitas produksi perusahaan terbilang besar. Cocopeat diproduksi sekitar 500 hingga 1.000 kilogram per hari, begitu pula cocofiber dengan jumlah produksi yang sama. Sedangkan, cocobristle diproduksi sekitar 50 hingga 100 kilogram per hari.
Untuk pemasaran, Fikri mengakui bahwa masih ada tantangan, terutama pada produk cocopeat dan cocofiber yang membutuhkan perluasan pasar. Meski demikian, ia telah mengambil langkah konkret dengan membuka toko online di TikTok Shop dan Shopee, yang baru aktif sekitar satu minggu terakhir.
“Untuk pemasaran saya sudah ada market untuk cocobristle nya. Untuk cocofiber dan cocopeatnya produksi saya besar, tapi market perlu perluasan lagi,” ungkapnya.
Sebelumnya, penjualan dilakukan secara online dengan dukungan kontrak kerja sama, termasuk perjanjian pembelian produk yang terikat dengan pembelian mesin produksi.
Saat ini, market untuk cocobristle sudah tersedia dan berjalan, sementara untuk dua produk lainnya masih terus dikembangkan. Fikri Nurwafa optimistis bahwa seiring waktu dan strategi pemasaran yang tepat, produk-produk olahan serabut kelapa dari PT Nusantara Green Ecosystem dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
Bisnis yang ditekuni Fikri ini tidak hanya sebatas mengubah limbah menjadi produk bernilai jual, tetapi juga menciptakan peluang bisnis baru dan lapangan pekerjaan. Bahkan, saat ini, PT Nusantara Green Ecosystem sendiri telah memiliki sekitar 7 karyawan.
Dari idenya tersebut, bisnis baru tak hanya tercipta, tetapi juga mampu membuka peluang lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat yang membutuhkan.
Di masa mendatang, Fikri berharap bisnis ini bisa terus berkembang. Ia meyakini limbah organik tersebut dapat kembali lagi ke alam tanpa terbuang sia-sia. Tidak hanya itu, di samping memperluas lapangan kerja, usaha ini juga mampu mengurangi dan mengolah limbah serabut kelapa.
Selain itu, Fikri Nurwafa juga membuka peluang luas bagi semua orang utuk berkolaborasi dengan usaha miliknya, agar bisa berkembang bersama, terutama di bidang pengolahan limbah serabut kelapa.
Dari Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, kisah Fikri Nurwafa menjadi contoh bagaimana limbah yang kerap dipandang sebelah mata justru menyimpan potensi besar.
Dengan keberanian berinvestasi, kemauan belajar, dan kejelian membaca peluang, serabut kelapa yang dulunya tidak bernilai kini menjadi fondasi bisnis ramah lingkungan yang menjanjikan.
Tidak ada komentar